Notification

×

Kategori Berita

Copyright © Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Perkara Dugaan Korupsi Proyek Jalan PUPR Sumut, Saksi- Saksi Berkelit Menerima Uang Suap

17 Okt 2025, 13:19 WIB Last Updated 2025-10-17T06:24:20Z



Medan ( Sumatradaily.id )|| Sidang perkara dugaan suap proyek jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara, dengan terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG) dan anaknya, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan selaku Direktur PT Rona Na Mora (RNM) kembali disidangkan di Ruang Utama, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (16 / 10 / 2025 ).

Pada persidangan tersebut jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menghadirkan 4 saksi. Ke Empat saksi yang dihadirkan adalah bekas Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah Sumatera Utara (BBPJN) nonaktif Stanley Cicero Haggard Tuapattinaja. 

Kemudian Kepala Satuan Kerja (Kasatker) PJN Wilayah I Medan Dicky Erlangga dan Rahmat Parulian. Satu saksi lainnya Heliyanto Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PJN Wilayah I Medan  yang kini juga sebagai tersangka suap jalan bersama Kirun dan Topan Ginting. 

Heliyanto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Satuan Kerja (Satker) Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah I Sumatera Utara, membantah telah menerima uang sebesar Rp 1 miliar dari PT Dalihan Natolu Grup (DNG). Pernyataan tersebut disampaikan saat Heliyanto diperiksa sebagai saksi dalam persidangan dua terdakwa, yakni Akhirun Piliang, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, dan Rayhan Dulasmi, Direktur PT Rona Mora, di Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Bantahan Heliyanto muncul setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rudi Dwi Prastyono, mengajukan pertanyaan mengenai aliran uang dari perusahaan konstruksi tersebut. Heliyanto Perintahkan Bawahan Atur E-Katalog demi Menangkan PT DNG "Berapa uang yang sudah saudara terima dari tahun 2024-2025 untuk pengerjaan tiga proyek yang disepakati dengan PT DNG? Di atas Rp 1 miliar?" tanya Rudi.

"Seingat saya, uang yang saya terima kurang lebih Rp 300 juta dan tidak lebih dari Rp 500 juta," jawab Heliyanto.  Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu meminta kepastian dari saksi mengenai jumlah uang yang diterima. "Apakah yakin jumlah uang yang diterima sebesar itu?" tanya Khamozaro. 

Hakim Khamozaro menegaskan, "sidang ini bertujuan untuk menguji kejujuran para saksi jadi jangan mencari- cari alasan . Sebelumnya, Mariam, bendahara PT DNG, telah memberikan keterangan diruang sidang ini," Jelas hakim. 

Mengingat bantahan Heliyanto, Jaksa Rudi kemudian membuka bukti-bukti transfer yang dicatat oleh Mariam sejak Februari 2024 hingga Juli 2025, yang masuk ke rekening Heliyanto. Jaksa memperlihatkan rekening koran milik Heliyanto dan menunjukkan bukti pengiriman uang dengan besaran mulai dari Rp 10 juta hingga Rp 70 juta.

"Masuk ke rekening saudara ini dari para terdakwa. Ada semua tercatat, ini sudah kami rekap, kami hitung," tegas Rudi sembari menunjukkan barang bukti di layar. Ia menambahkan, total yang diterima Heliyanto mencapai Rp 1.050.500.000, dan ada transaksi lain yang belum terhitung di luar transfer ke rekening.

Dalam sidang sebelumnya, Rabu (15/10/2025), Jaksa Rudi juga telah bertanya kepada Mariam, yang mengonfirmasi adanya 47 transaksi kepada Heliyanto dengan total Rp 1.050.500.000. "Benar," kata Mariam.

Dalam persidangan terungkap, Mariam selaku bendahara PT DNG yang dihadirkan JPU KPK sebagai saksi mengatakan adanya aliran uang miliaran rupiah kepada sejumlah aparatur sipil negara untuk memuluskan proyek yang bersumber dari anggaran pemerintah daerah maupun provinsi.

“Dana itu disalurkan atas perintah Direktur Utama PT DNG, Akhirun Piliang, untuk kepentingan proyek,” kata Mariam saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua Khamozaro Waruwu.

Berdasarkan catatan keuangan perusahaan, lanjut dia, pada tahun 2024 tercatat adanya transfer dana sebesar Rp2,3 miliar kepada Mulyono selaku mantan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Sumatera Utara.

“Kepada Mulyono sebesar Rp2,38 miliar, ini benar?” tanya hakim Khamozaro yang dijawab tegas oleh saksi Mariam dengan membenarkan transaksi tersebut.

Masih pada tahun yang sama, Mariam juga menyebut telah mentransfer Rp7,27 miliar kepada Elpi Yanti Harahap merupakan mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mandailing Natal.

Kemudian, uang senilai Rp1,27 miliar kepada mantan Kepala Dinas PUPR Kota Padangsidimpuan Ahmad Juni, lalu Rp467 juta kepada pejabat Dinas PUPR Padanglawas Utara bernama Hendri, serta Rp1,5 miliar kepada Ikhsan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Mariam menambahkan, masih banyak pihak lain yang turut menerima dana suap dan gratifikasi dari PT DNG sebagaimana tercatat dalam pembukuan perusahaan.

Mendengar keterangan tersebut, Hakim Ketua Khamozaro Waruwu tampak geram. Ia menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menindaklanjuti keterangan saksi secara lebih mendalam.

“Perkara ini semestinya diperluas agar penerima dana juga ditelusuri. Bila perlu, penyelidikan diteruskan ke Kejaksaan Agung,” ujar Hakim Khamozaro menegaskan di ruang sidang.

Fakta lain yang turut mengejutkan, terungkap bahwa PT DNG memiliki cap resmi atau stempel Dinas PUPR Sumatera Utara dan UPTD Gunungtua.

Hal tersebut disampaikan oleh saksi Taufik Hidayat Lubis selaku Komisaris PT DNG sekaligus pengurus berkas lelang proyek di instansi tersebut.

Dalam keterangannya, Taufik mengaku bekerja sama dengan Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi Piliang untuk mengurus proyek-proyek konstruksi pemerintah.

Ia juga menyebut perusahaan lain miliknya, PT Prima Duta dan CV Prima Duta, beberapa kali digunakan oleh Akhirun untuk memenangkan tender.

Namun, sepanjang sidang, Taufik kerap mengaku lupa terhadap sejumlah transaksi. Saat JPU KPK menyinggung adanya penyerahan uang tunai sebesar Rp1,3 miliar di kantor pusat Bank Sumut, Taufik menyatakan tidak mengenal penerima dana tersebut. ( SD / HS ).


Komentar

Tampilkan

  • Perkara Dugaan Korupsi Proyek Jalan PUPR Sumut, Saksi- Saksi Berkelit Menerima Uang Suap
  • 0

Terkini