PN Medan ( Sumatradaily.id ) || Sidang perkara Tindakan Pidana Korupsi ( Tipikor ) dengan terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M. Kes kembali digelar di ruang sidang Cakra VI Pengadilan Negeri ( PN ) Medan beragendakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) yang dibacakan oleh Hendri Edison Sipautar SH.MH didepan majelis hakim yang di ketua Nazir SH dan dihadapan Tim Penasehat hukum terdakwa, Kamis ( 25 / 04 / 2024 ).
Dikatakan Tim Penuntut Umum dalam menanggapi Eksepsi ( keberatan ) Terdakwa melalui Penasehat Hukumnya, dalam uraiannya menjelaskan, sesuai yang diperbolehkan oleh Undang-undang untuk di eksepsi (keberatan), Pasal 156 ayat (1) KUHAP menyebutkan
Terdakwa atau Penasehat Hukum dapat mengajukan Eksepsi (keberatan ).
* Pengadilan tidak bewenang mengadili.
Pengertian Pengadilan tidak berwenang mengadili meliputi:
Pengadilan tidak berwenang mengadili secara relatif,
Tindak pidana dilakukan diluar daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan.
Tempat tinggal, berdiam, ditahan terdakwa dan tempat kediaman sebagian besar saksi tidak lebih dekat pada Pengadilan yang bersangkutan daripada Pengadilan Negeri didalam daerah hukumnya perbuatan dilakukan.
Berdasarkan petunjuk Menteri Kehakiman. Kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat apabila tindak pidana dilakukan di luar negeri sehingga tidak berwenang mengadili secara absolut. Apabila perkara tersebut diluar yuridiksi Pengadilan Negeri, akan tetapi termasuk wewenang lingkungan peradilan lain.
Contohnya, Terdakwa adalah anggota ABRI dan tidak termasuk perkara pidana koneksitas, maka Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer lah yang berwenang mengadili.
Selanjutnya, Dakwaan tidak dapat diterima. Undang-undang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan dakwaan tidak dapat diterima atau niet onvankelijk verklaring van het openbaar ministerie. Oleh sebab itu jawabannya harus dicari dalam doktrin.
Menurut Van Bemmelen, hal itu terjadi jika tidak ada hak untuk menuntut, misalnya dalam delik aduan tidak ada pengaduan, atau delik itu dilakukan pada waktu dan tempat yang Undang-undang pidana tidak berlaku atau hak menuntut telah hapus (vide Dr. Andi Hamzah, “Hukum Acara Pidana Indonesia”, 1993 hal 285).
Hak menuntut hapus karena nebis in idem, terdakwa meninggal dunia, daluarsa, atau dengan secara sukarela membayar denda maksimal terhadap pelanggaran yang tidak diancam pidana pokok selain denda.
Dikatakan Penuntut Umum dalam tanggapannya, Perlu dicatat bahwa apabila apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan ternyata bukan tindak pidana maka putusan bukan merupakan tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima, akan tetapi termasuk putusan lepas dari segala tunututan hukum atau onslagh Van Rechtvervolging (putusan terhadap pokok perkara).
Surat dakwaan harus dibatalkan.
Apabila kita simak ketentuan pasal 143 ayat (2) KUHAP, maka syarat suatu surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani oleh Penuntut Umum, serta berisi:
a.Memuat secara lengkap identitas terdakwa.
b.Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.
Apabila surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada ayat (2) butir b (syarat ke 3) diatas maka dakwaan batal demi hukum.
Suatu surat dakwaan memuat uraian tidak cermat, apabila uraian perbuatan yang didakwakan tidak bersesuaian satu sama lain bahkan terjadi pertentangan antara perbuatan atau kejadian yang satu dengan yang lain, atau antara perbuatan atau kejadian dengan unsur delik yang didakwakan. Atau dalam hal surat dakwaan disusun secara alternatif atau subsidiair, terjadi campur aduk antara unsur delik yang satu dengan unsur delik yang lain, atau antara fakta perbuatan dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lain tidak ada perbedaan.
Suatu surat dakwaan dikatakan memuat uraian yang tidak jelas apabila uraian perbuatan yang didakwakan tidak jelas, atau perumusan unsur delik tidak terdapat kecocokan dengan uraian perbuatan dan cara melakukannya. Umpamanya perumusan deliknya “penggelapan”, tetapi uraian perbuatan dan cara melakukannya merupakan “penipuan”, juga terjadi uraian tidak jelas apabila fakta perbuatan belum mencakup seluruh unsur delik yang didakwakan atau tidak memuat waktu dan tempat terjadinya tindak pidana, atau penggunaan bahasa Indonesia yang sulit dimengerti sehingga menimbulkan keraguan khususnya bagi terdakwa untuk dapat membela diri secara baik.
Suatu surat dakwaan dikatakan tidak memuat uraian yang lengkap apabila surat dakwaan tidak memuat secara lengkap unsur delik yang didakwakan, ini dapat dimengerti karena bila ada unsur delik yang tidak tercantum berarti bukan tindak pidana. Demikian juga apabila surat dakwaan tidak menguraikan secara utuh perbuatan yang didakwakan dan cara melakukannya, dapat menyebabkan surat dakwaan batal karena tidak lengkap.
Dalam Eksepsi (keberatan) Terdakwa terhadap dakwaan melalui Penasehat Hukumnya yang diajukan pada tanggal 22 April 2024 terdapat pokok-pokok keberatan.
Menurut Penuntut Umum hanya berpatokan pada Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang lazimnya digunakan dalam Pengadaan Barang/Jasa dalam keadaan normal.
Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menggunakan Perpres No. 16 Tahun 2018 sebagai dasar hukum untuk pengadaan barang dan/jasa dalam keadaan darurat yang terjadi dalam perkara aquo adalah tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sehingga terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut dikwalifisir prematur karena terlalu dini dalam mendakwa Terdakwa dr. Alwu Mujahit Hasibuan, M.Kes.
Bahwasanya Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah prematur karena sama sekali tidak memperhatikan adanya asas ultimum remedium dalam hukum pidana sehingga Surat Dakwaan yang sedemikian rupa harus dinyatakan prematur dan batal demi hukum.
* Surat dakwaan Penuntut Umum Error In Subjeto.
Bahwasanya Surat Dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum adalah tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dikarenakan dalam uraiannya tidak menerangkan batas-batas kewenangan Terdakwa selaku Pengguna Anggaran dan telah mencampuradukkan seluruh kewenangan dan tugas dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Lapangan (PPTK) dan Panitia Penerima Administrasi Hasil Pekerjaan terkait dengan pengadaan dalam perkara aquo sebagai tanggung jawab mutlak dari Pengguna Anggaran.
Dalam pengadaan barang/jasa dalam keadaan darurat, telah ada pembagian tugas dan pendelegasian kewenangan dari Pengguna Anggaran kepada pihak terkait khususnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam hal melakukan pengadaan barang/ jasa tersebut.
Jaksa Penuntut Umum telah menyusun Surat Dakwaannya dengan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena uraian-uraian Jaksa Penuntut Umum adalah membebankan seluruh kesalahan kepada terdakwa yang pada hakekatnya bukan merupakan tanggung jawab dan kewenangan dari Terdakwa selaku Pengguna anggaran.
Bahwa oleh karena adanya pendelegasian wewenang yang telah dilakukan terdakwa kepada pihak-pihak terkait yaitu PPK, PPTK, Tim Teknis, Pejabat Penerima Hasil Administrasi Pekerjaan dan sebagainya maka adalah tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum karena tidak menguraikan seberapa jauh batas tanggung jawab dan kewenangan dari Terdakwa selaku Pengguna Anggaran dan membebankan seluruh tugas dan tanggung jawab organ-organ terkait tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab dari Pengguna Anggaran sepenuhnya.
Bahwa seandainya pun benar -quadnon- dalam pengadaan ini terdapat penyimpangan, maka adalah sangat tidak tepat seluruh kesalahan dibebankan kepada Terdakwa karena pengadaan barang/jasa dalam keadaan darurat ini telah ada pendelegasian tugas dan wewenang.
Bahwa seandainya pun benar -quad non- terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa dalam keadaan darurat ini, oleh karena telah adanya pembagian tugas dan pendelegasian wewenang dari Pengguna Anggaran kepada pihak-pihak terkait di atas, maka hal tersebut bukanlah menjadi tanggung jawab penuh dari Terdajwa sehingga Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut adalah error in subjecto karena tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dan harus dinyatakan batal demi hukum.
Bahwa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam menguraikan dan menarik pihak-pihak yang dikwalifisir sebagai pelaku tindak pidana karena uraian Dakwaan dalam halaman 1 dan halaman 25 terdapat inkonsistensi yaitu dapat dilihat dari Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Halaman ke-1 Surat Dakwaan, Penuntut Umum hanya menarik Terdakwa dan Robby Messa Nura, S.T., yang dianggap melakukan perbuatan yaitu :
“baik sebagai pelaku, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan, secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.
Akan tetapi, pada halaman ke-24 s.d halaman ke-25 Surat Dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum mengikutkan dan menambahkan pihak-pihak lain sebagai orang yang turut serta secara bersama-sama melakukan tindak pidana.
“Bahwa perbuatan terdakwa yang dilakukan secara bersama-sama dengan saksi Robby Messa Nura, S.T., Saksi dr. Aris Yudhariansyah, MM,, Saksi Ferdinand Hamzah, S.Km., Saksi Hariyati, Saksi dr. Fauzi Nasution., dan Saksi dr. David Luther Lubis dalam kegiatan pengadaan penyediaan Sarana, Prasarana Bahan dan Peralatan Pendukung Covid-19 berupa Alat Pelindung Diri (APD) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2020 secara melawan hukum yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara…..”
Bahwa dari uraian Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut jelas tidak konsisten dalam mengkualifikasikan orang yang turut serta secara bersama-sama melakukan tindak pidana dalam perkara ini. Oleh karena adanya keragu-raguan dan kekeliruan Penuntut Umum dalam menentukan siapa yang telah secara bersama-sama melakukan tindak pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam perkara ini, maka Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sehingga adalah sangat berdasar hukum untuk dinyatakan batal demi hukum (Vide Pasal 143 ayat (3) KUHAP).
Bahwa setelah Tim Penasihat Hukum terdakwa memeriksa dengan saksama Surat Dakwaan dari Penuntut Umum, kami sangat keberatan dengan uraian Jaksa Penuntut Umum yang secara terang dan nyata berdiri berdasarkan atas asumsi-asumsi sepihak dan tidak didukung oleh fakta-fakta yang terjadi pada waktu dugaan tindak pidana (tempus delicti) tersebut terjadi ;
Bahwa sebagaimana tertuang dalam halaman ke-1 Surat Dakwaan Penuntut Umum, Penuntut Umum menerangkan bahwasanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh TERDAKWA dr. ALWI MUJAHIT HASIBUAN, M.Kes terjadi pada bulan Maret 2020 s.d. Juli 2020 ;
Bahwa akan tetapi Jaksa Penuntut Umum seakan menutup mata dan mengesampingkan suatu fakta yang krusial bahwasanya dalam rentang waktu Maret 2020 hingga Juli 2020 tersebut, seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia sedang dihadapkan pada suatu wabah mematikan yang memakan banyak korban jiwa yaitu Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sehingga alih-alih memikirkan perekonomian dan sebagainya, setiap orang pada saat itu dibayangi oleh rasa ketakutan dan berpikir untuk tetap terhindar dari wabah Virus Covid-19 apalagi dalam kondisi kelangkaan Alat Pelindung Diri (APD) ;
oleh karena Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah tidak tepat, tidak cermat, dan tidak lengkap karena disusun berdasarkan aturan Pengadaan Barang/Jasa dalam keadaan normal / biasa maka adalah berdasar hukum Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut dinyatakan batal demi hukum (Vide. Pasal 143 ayat (3) KUHAP) ;
Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum sangatlah tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam menguraikan sumber dana dan aliran dana sehingga adanya kerugian keuangan negara dalam perkara ini.
Bahwa berdasarkan uraian Jaksa Penuntut Umum di atas, maka total realisasi dana/pencairan dalam Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi Petugas Medis di RS Rujukan, RS Darurat, Puskesmas serta Bufferstock Dinas Kesehatan sebesar : Rp39.978.000.000.- dan telah dibagi-bagikan seluruhnya kepada pihak-pihak yang telah dijabarkan sebagaimana tabel di atas sehingga dari uraian Jaksa Penuntut umum tersebut, uang sebesar Rp39.978.000.000.- telah habis ;
Bahwa akan tetapi, pada halaman 25-26 Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, telah menguraikan adanya sejumlah uang yang diperuntukkan untuk memperkaya diri Terdakwa sendiri dan orang lain dan juga korporasi.
Bahwa dari uraian di atas, Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena di satu sisi uang sebesar Rp39.978.000.000.- telah habis dibagikan oleh Saksi Robby Messa Nura, S.T. namun di sisi lainnya, uraian Jaksa Penuntut Umum kembali menyebutkan adanya uang yang memperkaya diri Terdakwa orang lain dan juga korporasi.
Bahwa dari uraian Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum di atas, oleh karena Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena tidak menjelaskan secara lengkap dan jelas terkait sumber dana dan aliran dana maka Surat Dakwaan Penuntut Umum menjadi kabur sehingga haruslah dinyatakan batal demi hukum (Vide. Pasal 143 ayat (3) KUHAP) ;
Bahwa dalam Surat Dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum menguraikan pengadaan barang/jasa dalam kegiatan Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi Petugas Medis di RS Rujukan, RS Darurat, Puskesmas serta Bufferstock Dinas Kesehatan sebagai pengadaan yang murni dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, padahal pada faktanya kegiatan tersebut merupakan bahagian dari kegiatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Sumatera Utara ;
Bahwa apabila melihat uraian Jaksa Penuntut Umum di atas, maka terlihat pengadaan barang/jasa dalam kegiatan ini seolah-olah pengadaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, padahal pengadaan barang/jasa tersebut dilakukan dalam keadaan darurat yang merupakan bagian dari pengadaan barang/jasa dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah di Provinsi Sumatera Utara sehingga Dinas Kesehatan Provinsi Sumut tetap harus melakukan koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah di Provinsi Sumatera Utara;
Bahwa oleh karena pengadaan barang/jasa ini merupakan bagian dari kegiatan pengadaan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah di Provinsi Sumatera Utara, maka Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara wajib melakukan koordinasi dengan Gugus Tugas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pembayaran.
Bahwa akan tetapi, di dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan sama sekali tentang Pengadaan Barang/Jasa ini adalah merupakan bagian dari kegiatan pengadaan barang/jasa Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Sumatera Utara ;
Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka pengadaan barang/jasa dalam perkara ini merupakan bahagian dari kegiatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah di Provinsi Sumatera Utara, bukan kegiatan Pengadaan Dinas Kesehatan Provinsi Sumut sehingga adalah tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mengesampingkan fakta tersebut. Oleh karenanya, Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus dinyatakan batal demi hukum.
Bahwa dalam halaman-26 Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam menentukan kerugian keuangan negara dalam perkara aquo, Penuntut Umum berpedoman pada Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh Auditor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako Nomor : 03.LH/ST.13056_FEB_PKKN/III/2024 tertanggal 01 Maret 2024 yang menerangkan bahwasanya kerugian keuangan negara dalam perkara aquo ialah sebesar Rp24.007.295.676,80.- (Dua Puluh Empat Milyar Tujuh Juta Dua Ratus Sembilan Puluh Lima Ribu Enam Ratus Tujuh Puluh Enam Rupiah Delapan Puluh Sen) ;
Bahwa tidak hanya itu, Auditor dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Tadulako juga telah men-declare (menyatakan) adanya kerugian keuangan negara pada halaman 85 dalam Laporan Hasil Penghitungan Nomor : 03.LH/ST.13056_FEB_PKKN/III/2024 tertanggal 1 Maret 2024 dengan menyatakan :
“Jumlah Kerugian Keuangan Negara (I + II) = Rp24.007.295.676,80”
Bahwa oleh karena auditor Universitas Tadulako telah berani men-declare (menyatakan) bahwasanya terdapat kerugian keuangan negara, maka perhitungan dari Auditor Universitas Tadulako tersebut tidak layak untuk dipertahankan dan tidak pantas untuk menjadi dasar dalam menentukan kerugian keuangan negara karena telah bertentangan dengan Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan jo. SEMA No. 4 Tahun 2016 sehingga Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menggunakan Laporan Hasil Penghitungan Auditor yang dimaksud adalah tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Maka oleh karenanya, haruslah dinyatakan batal demi hukum ;
Bahwa oleh karena penunjukan Auditor Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Tadulako tersebut tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena bertentangan dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2016, maka adalah sangat berdasar hukum Surat Dakwaan tersebut dinyatakan batal demi hukum. (vide. Pasal 143 ayat (3) KUHAP) ;
Yang diteruskan dengan permohonan kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara Terdakwa Alwi Mujahit, M. Kes. Menerima keberatan (Eksepsi) dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya.
Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Register Perkara : PDS-05/L.2.10/Ft.1/03/2024 sebagai Dakwaan yang Batal Demi Hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard);
Menyatakan perkara ini tidak diperiksa lebih lanjut
Memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum agar membebaskan Terdajwa Alwi Mujahit dari Rumah Tahanan Tanjung Gusta Klas-I Medan.
Menurut Hendrik, setelah mempelajari Eksepsi (keberatan) dari Terdakwa Alwi Mujahit melalui Penasehat Hukumnya sebagaimana tersebut diatas,
dalil eksepsi Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. melalui Penasehat Hukumnya yang menyatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum prematur, tidak jelas dan lengkap karena Penuntut Umum hanya berpatokan pada Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang lazimnya digunakan dalam Pengadaan Barang/Jasa dalam keadaan normal, bukanlah merupakan ruang lingkup eksepsi (keberatan) sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP melainkan sudah termasuk dalam pokok perkara.
Bahwa dalam dakwaan Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. yang dibacakan didepan persidangan pada tanggal 04 April 2024, Jaksa Penuntut Umum telah dengan cermat, jelas dan lengkap menguraikan kedudukan Terdakwa selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2020 sekaligus selaku Pengguna Anggaran pada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2020 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 188.44/821/KPTS/2019 tanggal 26 Desember 2019.
Adapun dalil eksepsi Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. melalui Penasehat Hukumnya yang menyatakan bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena uraian-uraian Jaksa Penuntut Umum yang membebankan seluruh kesalahan kepada Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M. Kes. yang pada hakekatnya bukan merupakan tanggung jawab dan kewenangan dari Terdakwa selaku Pengguna anggaran, selanjutnya menyatakan karena telah adanya pembagian tugas dan pendelegasian wewenang dari Pengguna Anggaran kepada pihak-pihak terkait di atas, maka hal tersebut bukanlah menjadi tanggung jawab penuh dari Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M. Kes. sehingga Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut adalah error in subjecto, bukanlah merupakan ruang lingkup eksepsi (keberatan) sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP melainkan sudah masuk dalam pokok perkara.
Dalam dakwaan Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. yang dibacakan didepan persidangan pada tanggal 04 April 2024, pihak yang dituntut secara bersama-sama dan dikualifikasikan sebagai pelaku tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. adalah saksi Robby Messa Nura, S.T. (yang dilakukan penuntutan secara terpisah) sehingga dalam penyusunan surat dakwaan pertama sekali disebutkan nama Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. bersama-sama dengan saksi Robby Messa Nura, ST.
Selanjutnya benar pada halaman ke-24 s.d halaman ke-25 surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum mengikutkan dan menambahkan pihak-pihak lain sebagai orang yang turut serta bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi, dimana menurut pendapat Jaksa Penuntut Umum hal tersebut tetap relevan sehubungan dalam uraian surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah dengan cermat, jelas dan lengkap menguraikan keterlibatan masing-masing pihak tersebut. Namun oleh karena dalam perkara a quo yang dihadapkan ke persidangan adalah Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. dan saksi Robby Messa Nura, ST., maka fokus dalam surat dakwaan adalah terhadap kedua pelaku tindak pidana korupsi tersebut.
Bahwa penyusunan uraian surat dakwaan sedemikian menurut pendapat Jaksa Penuntut Umum tidak menjadikan surat dakwaan menjadi tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sebagaimana dalil dalam eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. oleh karena Jaksa Penuntut Umum telah menguraikan dengan cermat, jelas dan lengkap terkait siapa dan apa peran dari masing-masing pelaku tindak pidana yang dihadapkan pada persidangan yaitu Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. bersama-sama dengan saksi Robby Messa Nura, ST.
Dalam dakwaan Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. Penuntut Umum selain berpedoman pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, juga berpedoman pada Surat Edaran LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan atas Pengadaan Barang/ Jasa dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dalam dakwaan halaman 31.
Oleh karena pengadaan barang/ jasa pada masa pandemi Covid-19 berpedoman pada Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan atas Pengadaan Barang/ Jasa dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dimana pada poin E.3.a disebutkan bahwa :
“Menunjuk Penyedia yang antara lain pernah menyediakan barang/ jasa sejenis di instansi pemerintah atau sebagai Penyedia dalam katalog elektronik. Penunjukan Penyedia dimaksud dilakukan walaupun harga perkiraannya belum dapat ditentukan”.
Sehingga perusahaan yang dapat ditunjuk sebagai Penyedia Barang/ Jasa dalam kegiatan pengadaan rapid test dan APD pada masa pandemi covid-19 adalah perusahaan yang pernah menyediakan barang/ jasa sejenis yaitu berupa alat-alat Kesehatan.
Sehingga tidak tepat dalil eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. melalui Penasehat Hukumnya yang menyatakan bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena tidak berpedoman pada aturan pengadaan barang/ jasa dalam keadaan darurat, lebih lanjut terkait dalil tersebut menurut Jaksa Penuntut Umum bukanlah merupakan ruang lingkup eksepsi (keberatan) sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP melainkan sudah termasuk dalam pokok perkara khususnya terkait pembuktian atas perbuatan melawan hukum yang didakwakan terhadap Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes.
Penuntut Umum telah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap terkait sumber dana dan aliran dana sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam perkara a quo. Adapun dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada halaman 19-20, untuk realisasi dana dan/ atau pencairan dana tahap-I, apabila Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. dan Penasehat Hukumnya lebih jeli dalam membaca surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum maka jelas disebutkan dalam surat dakwaan bahwa saksi Robby Messa Nura, ST. ada menerima uang pembayaran catridge rapid test dan rapid test Rp. 7.725.000.000 (seolah-olah saksi saksi Suprianto) dan menerima uang Pembayaran Masker N95 Rp. 2.000.000.000,- Tunai Rp. 1.000.000.000,-.
Selanjutnya dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada halaman 24, untuk realisasi dana dan/ atau pencairan dana tahap-II, apabila Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. dan Penasehat Hukumnya lebih jeli dalam membaca surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum maka jelas disebutkan dalam surat dakwaan bahwa saksi Robby Messa Nura, ST. ada menerima uang pembayaran N. 95, Handscone, Rapid Test Rp. 15.488.000.000,- (seolah-olah dari Suprianto) Tunai Rp. 1.500.000.000,-.
Dimana kemudian saksi Robby Messa Nura, ST. yang kemudian mengalirkan dana tersebut kepada pihak-pihak sebagaimana disebutkan oleh Jaksa penuntut Umum dalam surat dakwaan pada halaman 25-26.
Adapun terkait apa, siapa, dan bagaimana proses penyerahan aliran uang tindak pidana korupsi tersebut kepada pihak-pihak yang disebutkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan, bukanlah merupakan ruang lingkup eksepsi (keberatan) sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP melainkan sudah termasuk dalam pokok perkara.
Adapun dalil eksepsi Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. melalui Penasehat Hukumnya yang menyebutkan bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena memposisikan seolah-olah pengadaan barang/ jasa murni berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menurut Jaksa Penuntut Umum merupakan kekeliruan Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. dan Penasehat Hukumnya dalam memahami surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Adapun Jaksa Penuntut Umum telah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap uraian perbuatan tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. termasuk keterkaitan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah di Provinsi Sumatera Utara dalam memverifikasi dan mengesahkan RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang diajukan oleh Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. (vide surat dakwaan halaman 3-4).
Lebih lanjut terkait tugas dan kewenangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah di Provinsi Sumatera Utara, kemudian telah dilakukannya pemeriksaan atau audit oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sumatera Utara terhadap pelaksanaan kegiatan dan adanya pendampingan oleh Asdatun Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam pelaksanaan kegiatan bukanlah merupakan ruang lingkup eksepsi (keberatan) sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP melainkan sudah termasuk dalam pokok perkara.
Bahwa jika dikatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) yang berwenang menghitung kerugian keuangan negara, kami sampaikan sebagai berikut : Dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 telah menyatakan, “Mengenai terbukti atau tidak terbuktinya kerugian negara yang disebutkan dalam LHPKKN atau sah tidaknya LHPKKN tersebut tetap wewenang mutlak dari hakim yang mengadilinya. Dengan perkataan lain, walaupun KPK memiliki kewenangan diskresioner untuk menggunakan informasi tentang kerugian negara dalam bentuk LHPKKN dari BPKP atau BPK dalam penyidikan, digunakan atau tidaknya informasi tersebut dalam pengambilan putusan merupakan kemerdekaan hakim yang mengadili perkara” dan dalam putusan yang sama Mahkamah Konstitusi juga memberikan kewenangan kepada pihak-pihak lain yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya sebagaimana pertimbangannya yang menyatakan,“Bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu dari masing-masing instansi pemerintah, bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganiny”
Dengan demikian, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara bukan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) namun juga dapat dilakukan oleh Ahli lainnya (termasuk Universitas) yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/ atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya.
Dari uraian kami Jaksa Penuntut Umum di atas, sudah terang dan jelas bagi kami bahwa surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum sudah memenuhi ketentuan apa yang dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a,b, dan tidak ada celah bagi terdakwa maupun Penasehat hukum terdakwa untuk menyatakan dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard).
Bahwa mengacu pada ketentuan dalam Pasal 143 ayat 2 memberi dua syarat untuk terpenuhinya surat dakwaan yang benar yaitu :
Syarat Formil surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka
Syarat Materil Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Bahwa dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP, maka surat dakwaan Reg Perkara No : PDS-05/L.2.10/Ft.1/03/2024 tanggal 28 Maret 2024 yang disusun oleh Penuntut Umum telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 143 ayat (2) KUHAP, karena telah menyebutkan identitas terdakwa, diberi tanggal dan ditandatangani. Serta telah pula memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap tindak pidana yang didakwakan.
Dengan alasan-alasan yang dikemukakan di atas, meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara atas nama Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. memberikan putusan sebagai berikut : Menolak semua Eksepsi (Keberatan) Terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa.
Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umun Nomor Reg. Perkara : PDS-05/L.2.10/Ft.1/03/2024 tanggal 28 Maret 2024 adalah sah dan memenuhi syarat seperti diatur dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP;
Melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes. dengan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umun Nomor Reg. Perkara : PDS-05/L.2.10/Ft.1/03/2024 tanggal 28 Maret 2024sebagai dasar pemeriksaan perkara.( SD / HS )